Powered by Blogger.

Blog Archive

Popular Posts

Saturday, December 31, 2011

Pantai Kuta sudah terbanyang di depan mata, bayangang beberapa tahun yang lalu ketika saya dan beberapa teman, nyasar di malam tahun Baru. Harapan akan pesta kembang api yang heboh,juga keramain orang di depan Hard Rock, menjadi bayangan saya sebelum berangkat malam itu. Cuaca memang agak sedikit kurang bersahabat. Sedari siang Denpasar sudah mendung tapi tanpa hujan.Mudah-mudahn sih tidak.

Seperti biasa, sebelum berangkat, karena ini medan baru, saya mencoba-coba dulu perangkat yang saya miliki. Beberapa referensi web dan you tube saya buka, untuk mencari cara mudah dan susah mengabadikan ledakan kembang api. Umumnya standar, fully manual mode, dengan diafrahma standar f/5.6-11.

Diafrahma standar untuk menangkap sinar kembang api sebanyak-banyaknya (Katanya you tube). ISO/ASA 100/200 untuk menghindari noise (katanya you tube juga), dan pasang shutter speed di 1-2 detik untuk menangkap gerakan cahaya dari kembang api itu. Saya sempat mencoba beberapa setting seperti f/5.5/ISO400/1", f/9/ISO400/1" dan f/9/ISO100/1", tapi saya lebih suka setting-an terakhir. Tentunya dengan acara import ke komputer, edit-edit dikit dan kesimpulan. Oh ya, jangan lupa membawa tripod, karena kita berada di area 1 detik.


Berikut tips-tips ketika photo new year ave di pantai Kuta :
1. Cari jalan memutar, karena jalan ke arah pantai di tutup
2. Siap-siap untuk jalan kaki, karena jalan di tutup
3. Siap-siap sama bule mabok, soalnya pasti norak
4. Hati-hati jalan di pantai, karena pasti ramai, sesak dan padat
5. Cari lokasi yang benar-benar representatif
6. Jangan berada di garis pantai, karena bisa jadi sasaran tembak kembang api
7. Hati-hati dengan kembang api, kadang tiba-tiba meledak tanpa permisi
8. Jangan minder, karena rupanya hanya kita sendiri (mungkin bisa berdua dengan saya) yang photo pake niat
9. Usahakan bilang permisi sebelum photo, karena pasti kehalangan sama orang
10.Bawa bekal secukupnya karena harga-harga tiba-tiba mahal
11.Jangan kaget kalau banyak orang yang berdecak kagum pada kita :))  



12. Jangan lupa bawa jam, karena tiba-tiba sudah pagi
13. Dan sampai jumpa tahun depan
Selamat tahun baru...:))

Thursday, December 29, 2011

Bila saya menggunakan lensa kit?
Jawabannya saat pertama saya mendapatkan kamera bekas saya
Apakah cukup bagus?
Cukup bagus...

Sebetulnya, apapun alatnya, apapun perlengkapannya, hasil yang kita dapatkan tergantung dari siapa yang menggunakannya. Man behind the trigger. Jadi saya percaya, bahwa lensa kit, cukup bagus untuk perlengkapan pengguna pemula.

Seperti pernah saya tulis di Seri Perangkat Keras, lensa kit memiliki ruang pilih panjang fokal yang lumayan panjang. Bermula dari 18mm yang cukup(lah) untuk photo-photo landscape, sampai 55mm yang biasa digunakan untuk photo-photo portrait. Rentang ini memperluas pilihan kita dalam menangkap objek.

Lalu kapan saat kita untuk mengganti lensa ini?


Pertanyaan dengan jawaban yang relatif.
Saya lebih suka untuk menjawab, pada saat yang tepat.


Pantai Kuta, taken by kit lens 18-55mm/3.5-5.6
 











Beberapa pertimbangan mungkin bisa membantu kita saat hendak memutuskan meng-upgrade lensa kit :

1. Ada uang : Jelas

2. Usahakan ketika saat itu tiba, kita sudah bisa memutuskan hendak kemana arah tema pokok photo kita.
Maksudnya seperti ini. (untuk tulisan ini) Saya cenderung suka untuk berada di area photo landscape. Ketika saya putuskan untuk meng-upgrade lensa, dengan anggaran yang terbatas, saya ambil lensa zoom yang cenderung cocok untuk tema pokok tersebut. panjang fokal antara 15-20mm-lah. Tentunya dengan kualitas yang sesuai dengan anggaran.


3. bagaimana dengan urusan EF dan EFS?
Kembali pada tujuan jangka panjang kita. Sampai mana kita akan berhenti, atau cukup untuk berhenti. Buat anda yang memiliki tujuan jangka panjang dan mengarah ke arah full frame kamera, sebaiknya anda mulai berfikir dan mengangarkan dana untuk membeli lensa-lensa dengan kode EF. Bila tidak ada rencana atau keingian ke arah full frame, dengan anggaran yang lebih sedikit, anda bisa mempertimbakan membeli lensa-lensa dengan kode EFS.

4. Image Stabilizer Perlukah?
Untuk tujuan photo landscape, saya pikir bolehlah kita mengabaikan masalah perangkat image stabilizer yang ada di lensa,. Karena umumnya photo landscape menggunakan tripod. Issue ini saya pikir sudah terpecahkan.Namun jika kita berada di area photo-photo portrait, image stabilizer perlukita pertimbangkan juga.

5. Bagaimana bila kita hendak photo-photo portait juga..lanscape juga. 
Lensa-lensa super wide angle, beberapa memiliki rentang panjang fokal yang meng-cover tujuan portait photo. Katakan seperti lensa CANON EFS 18-135MM F/3.5-5.6 IS, sudah bisa meng-cover photo-photo dengan tema lanscape, bahkan lebih dari itu. Lensa ini bisa meng-cover area super zoom lensa dengan rentang fokal samapai 135mm. Biasanya lensa-lensa seperti ini disebut sebagai lensa sapu jagad.

6. Bagaimana dengan 1/f
Ada yang berpendapat, untuk tujuan landscape, batas 1/f yang baik adalah ketika kita bisa menampilkan keseluruahn gambar terfokus sama rata. Biasanya kondisi fokus seperti ini didatkan mulai dari 1/f9 sampai 1/f22. atau di atasnya. Untuk photo portarit, untuk tujuan fokus-fakusan, 1/f yang besar sangat direkomendasikan.

yang jelas, sebagai pemula, pertimbangan azas manfaat dulu menjadi pertimbangan pokok. Setelah kita merasa kurang atau belum puas dengan apa yang kita dapatkan dengan lensa kit, saat itu tiba, kita bisa mempertimbangkan untuk upgradetisasi...

Pertimbangkan baik..baik


Sore sudah semakin surut. Dan haripun sudah semakin gelap. Tidak sebuah photopun yang saya anggap cukup memuaskan....

Ketika itu saya mencoba datang ke pantai dekat rumah. Pantai Berawa. Namanya Berawa, tapi tidak se-rawapun akan dijumpai di pantai itu. Pantainya berombak cukup besar,menghadap Samudra Indonesia langsung dan sebetulnya masih satu garis dengan pantai Kuta. Bila hari cerah, bangunan-bangunan di sepanjang Kuta terlihat kecil-kecil.

Sore itu, seperti biasa saya berharap mendapat gambar yang bagus di tempat ini. Walaupun saya tau, dari sisi amatir saya, saya melihat pantai ini flat. Tanpa karang. Tanpa latar depan yang cukup. Tapi ya namanya amatiran, nekat lebih besar dari segalanya.

Tripod saya pasang, kamera sudah di ujungnya, masih dengan lensa kit. Saya juga sertakan rumah filter p-series, dengan filter murahannya. Tidak ada saingan. jadi saya leluasa ber-klik-klik.

Hampir setengah jam.
Sore pun sudah semakin surut. dan haripun sudah semakin gelap. Tidak sebuah photopun yang saya anggap cukup memuaskan....

Saya mencoba beberapa metode yang saya lihat di You tube. Tapi besarnya ombak mengalahkannya.
Mombawa puing dan sampah yang tidak mau hilang dari pantai. Lambat diharapan yang semakin surut, sebutir kelapa dengan santainya bermain di ujung ombak. Dan tertangkaplah sebuah moment....




Sedikit bermain di photoshop, membantu saya mengubah warna gelap langit menjadi sedikit biru...kebetulan yang menyenangkan.
Suatu saat, karena jenuh, saya pun mencoba untuk mencari suasana yang bisa melegakan ruang kepala. Dengan motor, sayapun susuri jalan malam yang ketika itu mulai larut. Masih banyak orang lalu lalang dengan kendaraannya. Namun malampun mulai memberi kesan sepi.

Jalanan ke arah kuta, akhirnya saya lewati. Sambil berharap mendapatkan sausana yang lain, yang mungkin saya bisa abadikan. Berbekal lensa kecil Canon 1.8 mark ii, saya berharap gelapnya malam bisa saya kalahkan.

Dan matapun tertuju pada deretan toko pinggir jalan yang hampir semuanya tutup. Etalasenya membawa mata saya pada cahaya warna warni yang cukup mencolok di waktu malam. Sang pemilik memang sengaja tidak mematikan lampu depan etalase, agar mungkin barang dagangannya tetap terlihat dan terpajang walaupun toko sudah tutup.

Sebagian jalan seminyak, memang dipenuhi toko-toko kerajinan tangan dan seni. Buah tangan para pengunjung yang singgah di areal itu.

Saya pun tertarik pada sebuah toko yang menjual asseroris rumah yang bersebelahan dengan toko yang menjual baju-baju wanita. Jelas sekali bahwa salah satu dari toko itu mengikuti toko lainnya untuk tidak mematikan lamapu etalase. Lampunya remang, dan membawa kesan sudut rumah dengan pajangan yang mencolok. Lumayanlah untuk latihan photo malam, bathin saya.

Cahaya saat itu, tanpa sengaja dimainkan oleh malam dan memberi kesan nuansa sederhana yang cantik. Walau mungkin tidak semua mata tertuju padanya. Namun cukuplah memberi kesan yang cantik buat lensa saya.



 

Mungkin sebuah perjalanan sederhana, dari mengusir rasa jenuh....

Tuesday, December 27, 2011

Bahasa keren untuk photo malem-malem.

Mungkin ini terjadi pada siap orang. Ketika saya baru mendapatkan kamera saya, setiap saat setiap waktu keinginan untuk photo begitu menggebu. Tidak terkecuali malam. Kadang saya membawa kamera saya jalan malam. Disamping pamer (hehehehehehehe), beberapa contoh photo yang saya lihat mengambil suasana malam sebagai tema.(seperti biasa web adalah andalan untuk mengambil referensi hasil photo sebanyak-banyaknya). Dan banyak yang menghasilkan gambar yang luar biasa. Jujur saja, shake dan blur adalah  jawaban dari keluar perang tanpa pengetahuan....

Ada dua hal penting photo malam, yang pertama adalah cahaya yang kedua adalah cahaya. Ya, cahaya. Prinsipnya sederhana. Cahaya yang cukup, membuat shutter speed ter-setting dengan cepat. Cahaya yang kurang membuat shutter speed agak malas menutup dengan cepat. Shutter speed inilah yang biasanya menjadi masalah pokok dari urusan shake dan blur tadi.

Bila kita masih malu-malu mengunakan manual mode, automatic night scene yang terletak pada pilihan setting kamera bisa menjadi alternatif setting untuk pengambilan gambar di malam hari. Namun bila kita cukup yakin menggunakan manual/atau semi manual mode, pengetahuan dasar ini pasti berguna.

ISO/ASA atau kecepatan film bisa kita kurangi untuk menanbah kecukupan cahaya yang masuk ke dalam lensa (ISO semakin kecil bila angka angka ISO yang terlihat semakin besar. ISO 100>ISO 500) atau dengan pilihan menggunakan 1/f terbesar yang dimiliki lensa (semakin kecil angka f (diafrahma), semakin besar diafrahma yang kita gunakan. 1/f2.0>1/f16). Bisa pula kombinasi keduanya.
Namum kadang 2 hal ini masih belum cukup membuat kamera cukup "diam" bila shutter speed tetap tidak mau berkompromi. bayangkan bila kita cukup kuat diam dalam 3 detik memegang kamera.

Ada yang berpendapat selama kamera bisa menjaga shutter speed 2 kali panjang fokal yang dimiliki lensa, kita masih dalam zona aman pengambilan photo tanpa alat bantu. Maksudnya bila anda menggunakan  lensa 50mm (panjang fokal 50mm) paling tidak kecepatan shutter speed kamera 1/100 detik untuk mendapatkan hasil yang baik tanpa bantuan alat. (Asumsi kamera tidak shake).

Satu perangkat yang bisa membantu kita mengurangi shake dan mendapatkan gambar yang halus adalah tripod. Tripod bisa menjaga kamera tetap steady.






Pilihan menggunkan alat bantu seperti tripod, membuat kita bisa leluasa bermain dengan ISO/ASA dan Diafrahma. Memainkan cahaya atau membentuk bayangan-banyangan dari setting kamera tersebut.

Namun memang perlu disadari bahwa membawa tripod bukanlah pekerjaan yang menyenangkan buat semua orang, banyangkan bila kita membawa-bawa perangkat tersebut bersama kamera kita ke pusat perbelanjaan. Sangat merepotkan.

Benda-benda seperti tembok, tumpukan batu, tumpukan buku, bisa menjadi alternatif pengganti tripod selama kita yakin bahwa benda-benda tersebut dapat menjaga kamera kita tetap diam dan aman dari kemungkinan rusak seperti jatuh, basah, kotor dan lain-lain. Kreativitas...

Selamat mencoba





Sunday, December 25, 2011

HDR (High Dinamic Range) adalah teknik paska produksi photography yang bisa digunakan untuk mempercantik photo yang kita hasilkan. Saya terus terang kurang dapat menjabarkan arti dari istilah HDR, namum secara sederhana kalau kita ingin mendapatkan hasil yang berbeda dari hasil photo editing biasa, teknik ini bisa kita gunakan. Berikut contoh-contoh photo yang saya peroleh melalui software Photomatix.



atau yang ini






 Software Photomatix bisa didownload di web site resminya di http://www.hdrsoft.com/.

Software-software seperti Adobe Photoshop dan Adobe Photoshop Lightroom sebetulnya bisa juga digunakan untuk memproses photo melalui teknik ini, Begitu pula banyak plug-in bertebaran di web yang bisa kita download. Namun karena saya menyukai kepraktisan, saya lebih suka menggunakan Photomatix.
Thanks Photomatix...

Selamat mencoba....

Saturday, December 24, 2011


Bagi yang baru menggunakan lensa kit Canon EFS 18-55mm/f3.5-5.6, mungkin informasi ini bisa membantu memahami lensa tersebut.

EFS? Code EF-S yang ada di lensa kit Canon berarti lensa tersebut di buat untuk kamera yang memiliki kotak cermin 2/3 lebih kecil dari ukuran cermin kamera 35mm/EOS biasa. Istilah ini biasa dikenal sebagai 1.6x cropping factor. Lensa-lensa EF-S memang sengaja dibuat oleh Canon untuk memenuhi pasar pengguna kamera-kamera kelas menengah. Point-nya adalah terletak di kameranya. Kamera-kamera yang suport lensa-lensa EF-S dikenal juga dengan istilah kamera sub-frame. Kamera-kamera ini bisa juga menggunakan lensa dengan code EF, atau lensa-lensa yang suport dengan kamera-kamera full frame. Namun Kamera-kamera full frame tidak bisa menggunkan lensa dengan kode EF-S.

Angka 18-55mm menujukan panjang fokal lensa tersebut. Maksudnya pada lensa kit Canon ini kita leluasa memilih panjang fokal dari 18mm sampai dengan 55mm. Inilah yang dimaksud juga dengan lensa zoom.
Panjang fokal adalah panjang antara titik fokus lensa dengan titik sensor kamera. Nah panjang fokal lensa ini menentukan lebar-luasnya cakupan pandang yang bisa diterima oleh kamera. Misalnya lensa dengan panjang fokal 18mm memiliki lebar-luas cakupan pandang lensa yang lebih dibandingkan dengan lensa dengan panjang fokal 35mm.

Angka f3.5-5.6 menunjukan keterangan diafrahma lensa. Keterangan angka seperti ini menunjukan bahwa bila kita merubah panjang fokal lensa, misalnya dari 18mm ke 35mm, besar diafrahma lensa secara otomatis juga akan berubah. Ingat bahwa semakin besar angka diafrahmanya, semakin kecil bukaan lensa untuk menerima cahaya yang masuk ke dalamnya. Angka f3.5 juga menunjukan angka bukaan lensa terbesar yang dimiliki lensa tersebut.

Image Stabilizer, sesuai artinya, menerangkan bahwa lensa tersebut memiliki kemampuan meredam getaran ringan yang terjadi terutama pada saat kita memencet tombol kamera/pengambilan gambar. Fungsi stabilizer ini bisa di atur on/off-nya di tombol yang tersedia pada lensa kit.

AF/MF, keterangan untuk memilih tombol Automatic/Manual Fokus pada lensa.

Simbol close up/0.25m/0.8ft, menerangkan lensa kit dapat menangkap gambar dengan baik bila objek memiliki jarak paling tidak 0.25m/25cm atau 0.8feet dari lensa.

Mudah-mudahan bermanfaat.....

Friday, December 23, 2011

2-3 bulan yang lalu, pagi hari, ketika saya masih sempat bangun pagi, saya sering menyempatkan diri pergi ke pantai Sanur, mencoba menankap moment sun rise disana. 2-3 bulan yang lalu saya sempat dapatkan lebih 10-15 orang berkamera, menggendong tas ransel, membawa tripod dan mulai photo-memphoto sun rise. Bahkan kadang pada hari kerja, masih banyak "teman-teman" satu profesi yang melakukan hal yang sama dengan saya.

Jujur saat itu saya merasa tantangan buat saya sebagai amatiran untuk mendapatkan gambar terbaik dibandingkan "saingan" di tempat itu.




 
Tapi belakangan, misalnya hari ini, ketika saya sempatkan lagi pergi ke pantai itu, "saingan" berkurang amat drastis. Hanya 2 orang yang saya temui membawa kamera. Mungkin karena masih hari kerja, atau apaah saya tidak tahu, yang jelas, saya agak kecewa. Mengapa? Kadang, lokasi dimana kita mengambil photo bisa di pakai untuk memperoleh pelajaran dari para pencari photo lainnya. Saya mendapatkan contoh cara pakai filter, ketika mencoba foto sun set di pantai Canggu, saya juga mendapatkan ide angle photo Pura Tanah Lot, ketika suatu sore saya melihat sekolompok turis Hongkong memphoto pura tersebut. Atau sekedar 10-15 menit ngobrol dengan bule Australia yang bercerita soal kamera, lensa dan filternya ketika berada di Suruban beach.

Banyak info yang kita bisa peroleh, banyak sharing yang bisa kita lakukan dan point yang penting adalah, jangan pernah berhenti untuk belajar dan mencoba. Gak ada istilahnya 1-2 minggu photo sudah menghasilkan photo seperti di flickr atau di webshots. Kalau pun bisa, saya yakin faktor luck aja atau memang bener-bener bakat alam yang luar biasa. So buat saya dan teman-teman yang bakal alamnya harus di asah dulu, belajar dan terus mencoba adalah syarat yang gak bisa di talak. (emang cerai).....
Hmmm...saya sangat suka menulis ini. Karena tema lokasi photo landscape sangat menarik.

Sudah menjadi kebiasaan saya, untuk melihat contoh photo di web. Karena kebetulan sekarang-sekarang ini saya sedang mendalami photo landscape, tentunya saya mencari-cari photo-photo bertema landscape. Pikiran pertama saya pasti pantai. Sederhana, karena rumah deket dengan pantai. Lagi pula pantai-pantai di bali, khusunya di daerah selatan pulau, sebagian besar adalah pantai-patai indah berpasir putih. Jadi cocoklah, match!..Ya mulailah saya mencari refernsi photo-phot bertema pantai. Mencoba meniru dan menangkap teknik dari photo-photo yang saya lihat. Gaya photo, sisi kiri, sisi kanan, angle, dst..dst...

Lalu ketika pantai-pantai, ini benar-benar berdasarkan pikiran saya, telah habis saya jelajahi semua, kira-kira objek apa lagi yang harus saya ambil. Jujur saja, saya pernah putar-putar Denpasar untuk mencari objek landscape. Berjam-jam saya habiskan, "hanya" untuk mencari lokasi berdasarkan referensi yang saya peroleh di web. Pikiran yang memang sudah terkotak.

Dan memang kreatifitas dan imajinasi adalah jawabannya. (sepertinya terlalu tinggi ya bahasanya..). Karena lokasi yang tidak pernah kita sadaripun, menurut saya, bisa menjadi objek yang menarik untuk di photo, khusunya untuk photo bertema landscape...

Sawah di belakang rumah. Pernah saya photo dan ini yang saya hasilkan.




Ya, photo ini hanya contoh, bagaimana lokasi di manapun bisa menjadi objek photo.Mengenai menariktidaknya, ide dan lain-lain, semuanya tergantung kita...selamat mencari ide...
Mungkin ini adalah pengalaman berharga saat itu. Ketika suatu sore jalanan sungguh macet di Bali, dan kesempatan untuk mencapai jimbaran, yang saya harapkan sore itu, sudah tidak memungkinkan lagi. Saya memilih untuk mencari lokasi lain sebagai objek photo.

Pelabuhan Benoa saya datangi. Sempat berputar-putar setengah jam disana. Karena hari masih cukup terik,  Tempat itupun saya tinggalkan. Kemudian saya mencoba ke Pantai Merta Sari, beberapa kilo dari pelabuhan Benoa.

Keadaan pantai masih ramai, situasi yang kurang saya sukai untuk photo landscape. Setengah jam saya habiskan untuk sekedar melihat kesempatan memilih objek yang kira-kira bagus, menurut saya. Namun akhirnya sayapun menyerah.

Karena haripun mulai gelap, dan sudah terlihat garis-garis langit yang indah, saya putuskan untuk menuju pulau Serangan. Jalannya ke arah Pelabuhan Benoa, namun kira-kira ada dipertengahan. Saya pun bergegas menuju ke sana, sambil berharap tidak ketinggalan moment.

Sambil melihat terus ke arah barat, ke arah langit yang mulai nampak kuning-jingga, saya mulai memilih-milih lokasi. Dan mungkin ini lokasi yang tidak pernah terfikir oleh siapapun, untuk acara photo-memoto. Tapi mungkin untuk acara lainnya, saya bisa pastikan itu. Tempatnya agak tersembunyi, sepi dan memenag terlihat beberapa pasangan sedang melakukan enath apa di sana.


Fokus pada satu titik adalah salah satu pilihan untuk membuat photo terlihat menarik. 


Dalam photo ini "kebetulan" ada pesawat yang baru saja terbang dari Bandara Ngurah Rai. Fokus seperti ini biasa disebut sebagai Point of Interest. Atau secara sederhana bisa dijelaskan sebagai titik tuju pertama ketika kita melihat photo tersebut. Tujuannya untuk mengarahkan pencinta photo pada thema dari photo. (Saya sebenarnya kurang menyukai kata fokus pada tema kali ini. Tapi supaya bisa lebih dimengerti, saya biarkan kata-kata fokus tersebut.)

Mengenai posis, letak, besar, kecil, tajam, terang, gelap titik tuju ini, bisa kita sesuaikan dengan gambar yang kita lihat di view finder. Tentunya faktor luck dan kebetulan kadang bisa terjadi. Namanya juga menangkap moment.

Selamat mencoba....

Wednesday, December 21, 2011



Sewaktu saya mendapatkan kamera pertama saya (6 bulan yang lalu) pertama yang saya pikirkan adalah kira-kira objek photo apa yang paling mudah saya dalami. Saya mencoba photo orang, benda, rumah semua yang kira-kira (menurut saya) menarik untuk di photo. Sampai suatu saat, karena kebetulan rumah tidak jauh dari pantai, saya sempatkan untuk memphoto sun set. 

Dengan perbekalan yang, saya pikir cukup waktu itu, seadanya, saya pun berangkat. Sambil menenteng kamera saya pun mulai bergaya seperti photographer profesional. Jeprat sana..Jepret sini. Sampai matahari turun, dan hari gelap, saya masih asyik photo..memphoto...Setelah sadar keadaan sekeliling mulai gelap dan pantaipu sepi, saya pun pulang. Jujur saya tidak tahu apa apa akan saya dapatkan waktu itu.

Menjelang malam, saya mulai membuka isi kamera, mentransfernya dalam komputer, dan mencoba mendapatkan gambar pertama saya. (sebagai landscaper yaa..)





Cahaya Matahari

Saya sungguh terkesima, bagaimana mungkin gambar yang saya dapatkan begitu beraneka warna, bukan dalam artian bagus, tetapi lebih cocok untuk dibilang hancur..

Pikiran pertama saya adalan kamera, mungkin setting kamera, lalu lensa. Karena saya masih pakai lensa kit (sebetulnya cukup bagus), boleh dong saya menyalahkannya. Kemudian baru cahaya matahari. Dan ternyata "faktor salah" saya yang terakhir inilah penyebab utamanya.

Bagaimanapun juga, seni, kalau bisa di bilang seni, photo-memphoto adalah bagaimana cara kita memenpatkan kamera kita pada posisi yang tepat sehingga mendapatkan cukup cahaya, sesuai dengan kemampuan kamera/lensa yang kita miliki. Bagaimana mendapatkan posis yang tepat ini menjadi masalah besar ketika kita tidak bisa menempatkan diri atau menempatkan objek photo di tempat yang tepat.

Photo landscape pada dasarnya sama dengan photo-photo jenis lainnya. Hanya dalam photo landscape, objek photo tidak bisa kita pindahkan posisnya hingga pas cahaya. Sehingga pada photo landscape biasanya sang tukang photolah yang menyesuaikan diri dengan cahaya. 

Sumber cahaya utama pada photo landscape pastinya adalah matahari untuk photo-photo pagi, siang dan sore serta lampu untuk photo-photo malam. 

Beberapa tips berikut mudah-mudahan bisa membantu :

1. Usahakan jangan frontal melawan matahari. Sabar adalah kata kunci, Bila matahari sedang bersinar terik dan berada  di depan kita, lebih baik carilah objek photo yang tidak langsung berhadapan dengan matahari.

2. Jangan lupa dengan lens hood. Lens hood secara sederhana berfungsi untuk menghindari lensa dari cahaya lebih (flare) yang dihasilkan matahari. Sehingga gambar yang kita dapat tidak terdapat "cahaya lari".

3. Photo pada saat mendung. Dimana cahaya matahari terbatas intensitasnya. Dan biasanya saat-saat itu efek dramatis bisa diperoleh.

4. Gunakan filter. Filter GND (Gradual Neutral Density) filter separo belap, separo terang, dan ND (Neutral Density) total gelap/redup, bisa membantu menahan cahaya matahari yang masuk ke dalam lensa.Filter-filter jenis ini ada banyak ragamnya. Biasanya diukur dari kemampuan menurunkan stop-diafrahma.

5. Tripod. Biar gaya dan supaya gambar yang diambil tidak "bebanyang", kabur. Terutama untuk gambar-gambar yang diambil menjelang sore atau terlalu pagi, dimana kecepatan shutter speed masih sangat lambat.
Pada photo landscape, kecepatan shutter speed yang lambat sering dipilih untuk mendapatkan "deep of field", kedalaman gambar. So tripod menjadi sangat penting.

selamat mencoba....